Hari yang Biasa
Migrasi bukanlah fenomena baru; manusia telah berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat yang lain sejak waktu yang lama. Gagasan negara dan batasan-batasan imajinernya yang mengelompokkan manusia berdasar kewarganegaraan, nyatanya baru datang baru-baru ini dan menyebabkan sejumlah kelompok migran termarjinalkan dalam menggapai hak-hak dasar.
Malaysia, sebagai salah satu destinasi menarik untuk para pekerja migran, menjadi ruang bertemunya berbagai budaya. Hal ini tak hanya membuat para migran harus beradaptasi, tetapi kota pun harus turut beradaptasi dengan keberadaan migran. Di balik bayangan gedung-gedung tinggi dan makanan yang tiap hari tersaji dan diantarkan, terdapat usaha para pekerja untuk tetap bertahan dan menghidupi mimpinya. Merekalah tulang punggung pembangunan yang kerap tersisih.
Saat malam mulai datang, warung-warung Indonesia semakin meriah. Di sana, segala macam percakapan mulai dari keluhan, pilihan politik, sampai hal-hal ringan dibicarakan. Hari-hari yang biasa bagi mereka. Di sejumlah flat tempat tinggal mereka, seorang ibu menceritakan padaku usahanya untuk mengakses fasilitas kesehatan untuk anaknya. Tak mudah, tetapi komunitas tersebut telah beradaptasi dan menemukan jalan untuk mendapatkan akses kesehatan, mulai dari menggunakan jasa dukun beranak hingga berkawan dengan polisi.
Pada akhirnya, yang mereka butuhkan adalah menjadi dan dilihat sebagai manusia, tanpa takut dikucilkan dari tempat yang dibangun oleh mereka sendiri.