OMA
Terlahir sebagai peranakan Tionghoa, isu identitas penting buat saya. Apalagi setelah peristiwa kerusuhan Mei 1998, di mana pemahaman saya tentang komunitas Tionghoa berubah: ternyata kami hanyalah minoritas yang kerap dipandang sebelah mata. Sejak itu, saya ingin mengetahui lebih jauh dan mendalam latar belakang etnis saya, dan salah satu yang dapat saya lakukan adalah menggali cerita-cerita dari papa tentang dia dan keluarganya.
Bermula dari mendengarkan kisah-kisah papa semasa kecil dan remaja, saya kemudian mengenal sosok oma. Oma wafat 16 tahun sebelum saya lahir, tepatnya pada 8 Desember 1972. Di antara semua kakek dan nenek, cuma oma yang tidak sempat saya lihat. Akhirnya yang bisa saya lakukan hanyalah mendengar cerita-cerita oma dari papa, serta melihat foto- foto dan dokumen-dokumen peninggalan oma.
Namun, selayaknya orang pada umumnya, ingatan papa mulai berkurang. Banyak cerita tentang oma yang dia mulai lupa. Detail-detail hidup oma mulai memudar di memori papa. Alhasil, kisah-kisah yang diceritakan menjadi itu-itu saja, tidak banyak yang bisa memberikan pemahaman utuh tentang siapa oma sebenarnya.
Dari pengalaman ini, saya bertanya pada diri sendiri: bisakah seseorang merekonstruksi ingatannya tentang seseorang meskipun tidak ada satu pun memori tentang orang tersebut? Apakah cerita-cerita dan artefak-artefak peninggalan dalam jumlah terbatas mampu membantu menyusun ulang ingatan kita tentang seseorang?