Yoppy Pieter terpilih menjadi peserta dalam Joop Swart Masterclass 2019 dari 245 nominasi yang masuk dari seluruh dunia. Yoppy mengaku tidak pernah membayangkan namanya bisa ada dalam 12 peserta Joop Swart Masterclass. Tahun ini, ketiga kalinya ia mencoba mengirimkan aplikasi dalam ajang bergengsi persembahan World Press Photo Foundation ini. Dua percobaan sebelumnya ia berhasil masuk ke dalam daftar nominasi saja, tetapi hal tersebut tidak membuatnya patah semangat hingga akhirnya berhasil masuk menjadi peserta di tahun 2019 ini.
Halo Yoppy, bagaimana rasanya terpilih menjadi peserta Joop Swart Masterclass? Dan akan belajar langsung dari para master di dunia fotografi.
Tidak pernah terbayangkan nama saya ada dalam 12 peserta Joop Swart Masterclass 2019. Pada dua percobaan sebelumnya saya hanya berhasil masuk ke dalam daftar nominasi, hal ini yang kemudian membuat saya mempelajari lebih dalam apa lagi yang perlu saya lakukan untuk bisa menjadi peserta program ini. Saya menemukan satu hal yang perlu saya lakukan, yang terdengar sederhana tapi cukup kompleks dalam praktiknya, yakni mencari teman diskusi yang dapat membantu saya dalam editing untuk menghasilkan narasi yang benar-benar merepresentasikan cerita dan sisi personal saya.
Rasanya senang dan campur aduk dapat terpilih menjadi peserta dalam program yang memberikan kesempatan bagi pesertanya untuk belajar langsung dari master di dunia fotografi, sekaligus belajar bersama fotografer-fotografer dengan berbagai latar belakang budaya. Hal ini akan menjadi sebuah pengalaman yang akan memberikan pengaruh besar bagi karier saya baik sebagai fotografer maupun edukator di masa yang akan datang.
Bisa ceritakan rencana dan persiapan untuk mengikuti Joop Swart Masterclass?
Persiapan mengikuti program ini sebetulnya sama saja dengan pengerjaan proyek lainnya, yang berbeda adalah saya kembali melakukan riset yang lebih mendalaman terkait proyek yang akan saya kerjakan. Juga terkait pengaturan waktu mengingat workshop online akan berlangsung di bulan Juni-Agustus, bersamaan dengan jadwal pekerjaan. Memusingkan? Tentu … namun, bukankah menyenangkan pusingnya bersekolah?
Yang saya tahu, sebelum berangkat sudah harus bikin photo story ya? Jadi di sana langsung semacam mentoring? Kelasnya akan berlangsung berapa lama?
Betul. Kelasnya akan berlangsung selama satu minggu di Amsterdam.
Jadi saat ini sedang juggling waktu antara workshop online JSM, penyusunan photo story, mengurus festival, plus ngajar juga. Bocoran tipis dong photo story yang akan dibawa ke Joop Swart Masterclass nanti apa?
Tipis banget? Kalo begitu clue-nya adalah saya membuat “New Chapter” dari salah satu long-term project yang saya punya. Kalau tentang apanya, ini belum bisa saya publikasikan karena terkait dengan perjanjian dgn pihak WPP.
Selain mentoring dan ilmu dari mentor, peserta Joop Swart menerima apa lagi? Kesempatan presentasi karya final misalnya.
Kalau untuk publikasi saya kurang tau pasti apakah ada dalam bentuk buku atau tidak, tapi hasilnya akan dipublikasi dalam medium WITNESS-nya WPP. Selain itu, transportasi dan akomodasi peserta juga ditanggung.
Sudah ada bayangan rencana setelah mengikuti Joop Swart Masterclass?
Kalau tidak ada aral melintang, saya berencana menerbitkan buku foto kedua dan juga menyelenggarakan pameran tunggal.
(Teks: Lisna Dwi Astuti / Foto: Agoes Rudianto, Courtesy PannaFoto Institute, Courtesy Yoppy Pieter)
Yoppy Pieter mengikuti pelatihan fotografi pertamanya, Archetype Narrative, di PannaFoto Institute pada tahun 2010. Kemudian, Ia mengembangkan kemampuan fotografi dan visual storytelling-nya dengan berpartisipasi dalam program Permata PhotoJournalist Grant persembahan PermataBank pada tahun 2011 dan pada tahun 2012 Ia mengikuti Angkor Photo Workshop. Pada tahun 2018, Yoppy masuk dalam 6×6 Global Talent Program Region Southeast Asia and Oceania sebagai salah satu visual storyteller yang mendapatkan kesempatan untuk memperkenalkan, mempublikasikan, dan membagikan karya mereka kepada audiens World Press Photo. Di antara kesibukannya, Yoppy juga aktif dalam Arka Project dan Arkademy Project bersama Ben Laksana, Kurniadi Widodo, Muhammad Fadli, Rara Sekar, dan Putu Sayoga.